SERPONG, ULTIMAGZ.com – Pernahkah Ultimates membayangkan bila masakan Indonesia disajikan dalam bentuk yang apik seperti sajian mewah khas Eropa? Nyatanya, pada era Hindia Belanda, sajian khas Nusantara diadopsi oleh konsep makan orang Eropa pada saat itu. Sajian tersebut dinamakan Rijsttafel.
Rijsttafel diciptakan pada zaman pemerintahan kolonial Belanda. Budaya ini berawal pada abad ke-19. Dalam kehidupan rumah tangganya, para pejabat Belanda suka dengan hal-hal mewah atau dapat dikatakan pracht en praal yang dalam bahasa Indonesia berarti kebesaran dan kemegahan.
Baca juga: Kenali 5 Makanan Khas Nusantara yang Jarang Diketahui
Melansir scmp.com, juru masak pejabat Belanda saat itu selalu memasukkan makanan pribumi dan nasi ke dalam hidangan mereka. Lambat laun, hal tersebut mengubah selera makan keluarga Belanda. Orang Belanda yang awalnya menganggap kebiasaan pribumi sebagai suatu hal rendahan pun perlahan menyerap kebiasaan tersebut.
Kebiasaan makan nasi tersebut akhirnya menjadi bagian dari kehidupan orang Eropa. Mereka menamainya rijsttafel, rijst berarti nasi yang sudah dimasak dan tafel berarti meja atau hidangan. Sejak itu, hal ini menjadi simbol orang berstatus tinggi dilambangkan dengan beragamnya hidangan dan banyaknya pramusaji yang ada.
Kebiasaan ini diadaptasi dari perayaan keagamaan Indonesia yang disebut selamatan. Pada umumnya, tamu akan duduk dan makan di lantai. Namun,hal ini diubah oleh pemerintah kolonial Belanda dengan menyajikan makanan di meja disandingkan dengan etiket makan Barat.
Peran Penting Para Pribumi dalam Rijsttafel
Peran para pribumi dalam tradisi ini bukan sekadar kontribusi kuliner. Mereka memiliki peran penting dalam menyediakan bahan makanan, memasak, dan mempertahankan warisan budaya Indonesia melalui makanan.
Melansir immaterieelerfgoed.nl, banyak orang Belanda saat itu menjadikan pribumi sebagai koki mereka. Para koki ini bukan hanya memiliki keahlian memasak hidangan tradisional, tetapi juga berperan dalam menghadirkan pengalaman gastronomi yang unik dan beragam kepada para tamu Belanda.
Pada awalnya rijsttafel adalah pesta yang diadakan orang Belanda untuk menunjukkan status dan kekuasaan mereka. Namun, kian lama semakin banyak orang pribumi yang terlibat dalam menyelenggarakan acara ini juga.
Rijsttafel bukan hanya menjadi media menunjukkan identitas Belanda, tetapi juga bagi para elite pribumi yang ingin menunjukkan identitasnya dengan meniru yang orang Eropa lakukan (Windyastika & Priyatmoko, 2021).
Awalnya kebiasaan ini berkembang di lingkup rumah atau domestik rumah tangga. Kemudian, di kalangan rumah orang Belanda kaya, rijsttafel dijadikan suatu acara besar khusus akhir pekan dengan jumlah pelayan bisa di atas lima orang.
Jumlah makanan yang disajikan cukup banyak. Mengutip dari kumparan.com, ada 20 sampai 30 pramusaji yang bertugas menyajikan makanan dalam rijsttafel yang besar. Rijsttafel klasik bahkan melibatkan penyajian hingga 40 hidangan oleh 40 pramusaji berbeda, dilansir dari journalofethnicfoods.biomedcentral.com.
Komposisi makanan pada acara ini pun beragam. Sesuai namanya, tentu harus ada nasi dalam setiap jamuannya. Melansir folklife.si.edu, orang Belanda sangat menyukai banyak hidangan pendamping setiap makan, tidak seperti orang Indonesia yang bisa makan dengan satu lauk dan nasi yang banyak.
Layaknya kultur makan negara Eropa lainnya, rijsttafel terdiri dari tiga sesi, yaitu hidangan pembuka, hidangan utama, dan hidangan penutup. Para pramusaji akan membawa hidangan kepada tamu satu per satu yang terdiri dari nasi, sayur, dan lauk pauk hingga hidangan penutup, dikutip dari goodnewsfromindonesia.id.
Makanan Indonesia Hasil Akulturasi Belanda
Keberadaan Belanda bukan hanya memengaruhi cara penyajian makanan, tetapi juga meninggalkan pengaruh di berbagai aspek.
Pada abad ke-19, Belanda memperkenalkan bahan masakan baru seperti bawang bombay dan kentang di Indonesia. Mereka membawa bibitnya lalu menanamnya di Indonesia. Melansir dari p2k.stekom.ac.id, terdapat campur tangan Belanda saat kentang masuk ke Indonesia. Tumbuhan ini mulai ada semenjak penjajahan Belanda pada 1794, lalu dimulai dengan penanaman di sekitar Cimahi.
Pada abad ke-19, Belanda mengadaptasi beberapa resep Eropa, tetapi menggunakan bahan dan bumbu lokal. Salah satu contohnya adalah stamppot (rebusan sayur dan ketang) yang akhirnya dikenal sebagai selada kentang.
Selain itu, masih ada beberapa makanan Belanda yang disesuaikan dengan bumbu dapur khas Nusantara seperti zwartzuur (ayam suwir), bruine bone soep (sup kacang merah), dan indische pastei (pastel tutup), dilansir dari kumparan.com.
Tidak hanya itu, kedatangan Belanda juga menghadirkan inovasi manis ke kuliner Indonesia. Kedatangannya membawa variasi baru kue Indonesia dengan pengaruh Belanda. Beberapa contoh yang umum ditemukan adalah spekkoek (kue lapis), kaasstengels (kastengel), dan klappertaart.
Klaapertaart berasal dari dua kata, yaitu klapper yang berarti kelapa dan taart berarti kue. Pada abad ke-19, wanita Belanda bereksperimen dengan daging kelapa muda dalam pembuatan kue tart (Handoyo dkk., 2018). Resep ini akhirnya menjadi terkenal di Manado karena ada pembantu asli Indonesia yang mempelajari resepnya, bangsawan Indonesia yang berteman dengan orang Belanda, dan penjualan di pasar.
Eksistensi Rijsttafel dan Artinya bagi Indonesia

Rijsttafel memang memajukan kuliner Nusantara, tetapi tradisi ini juga memiliki beragam simbol gaya hidup eksklusif kaum Belanda.
Menurut Rahman (2016), pelayanan dalam rijsttafel menunjukkan hierarki sosial yang kuat. Keberadaan para pelayan adalah tanda pengerahan tenaga budak pada zaman itu. Rijsttafel jadi bentuk gaya hidup mewah para kelompok cabang atas termasuk kelompok elite dari kalangan pribumi.
Mengutip spoonuniversity.com, rijsttafel didesain untuk memberi kesan kepada turis ataupun tamu mengenai kekuasaan mereka di atas daerah jajahan atau koloni. Tampak pada semua pramusaji rijsttafel adalah pribumi yang berseragam ala Eropa dengan blangkon dan tak beralaskan sepatu, dikutip dari goodnewsfromindonesia.id.
Eksistensi rijsttafel mulai redup semenjak Jepang menduduki Indonesia pada 1942. Kemudian, orang-orang pribumi bersama semangat kebangsaan menolak segala sesuatu yang berkaitan dengan budaya hasil kolonial Belanda termasuk rijsttafel, dikutip dari Rahman (2016).
Baca juga: 5 Makanan Indonesia yang Digemari Masyarakat Mancanegara
Walaupun awalnya rijsttafel dibuat oleh orang Belanda, pengaruhnya tidak lepas dari masakan Indonesia. Rijsttafel telah berperan penting dalam membawa konsep penyajian makanan di Indonesia. Hal ini menciptakan ruang pertukaran budaya dan apresiasi terhadap kontribusi Indonesia dalam pengembangan masakan.
Rijsttafel menjadi bentuk keharmonisan budaya Indonesia, khususnya dalam hal kuliner. Rijsttafel menjadi medium bertemunya kebhinekaan budaya Nusantara dalam suatu jamuan makanan.
Penulis: Novela Chin, Theresia Sekar Kinanti Deviatri
Editor: Cheryl Natalia
Foto: ULTIMAGZ/Bryant Alexander, Ryan Richardo
Sumber: scmp.com, immaterieelerfgoed.nl, 2k.stekom.ac.id, kumparan.com, journalofethnicfoods.biomedcentral.com, folklife.si.edu, goodnewsfromindonesia.id, spoonuniversity.com, kompas.id, Rahman, F., (2016). Rijsttafel: Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870-1942, PT Gramedia Pustaka Utama., Handoyo, C. C., Clarissa, Claudia, G., Milka, & Firdayanti, S. A. (2018). Klappertaart : An Indonesian–Dutch influenced traditional food. Journal of Ethnic Foods, 5(2), 147–152., Windyastika, L., & Priyatmoko, H. (2021). Lidah Pribumi Bergoyang: Rijsttafel Dan Gaya Hidup elite Jawa di vorstenlanden 1900-1942. Bandar Maulana: Jurnal Sejarah Kebudayaan, 25(1).