SERPONG, ULTIMAGZ.com – Kegiatan jual beli pakaian bekas atau thrifting saat ini menjadi perhatian publik. Membeli pakaian bekas yang sebagian besar diimpor dari luar negeri dinilai menimbulkan keresahan bagi industri tekstil dalam negeri.
Belakangan ini, media disibukkan dengan kehadiran isu jual beli pakaian bekas. Hal itu disebabkan oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo yang sempat menyinggung bisnis pakaian bekas impor ketika menghadiri Pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri pada Rabu (15/03/23).
Baca juga: Benarkah Perilaku Konsumtif Penggemar K-Pop dapat Merusak Lingkungan?
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan keresahan terkait banyaknya bisnis pakaian bekas impor di dalam negeri. Jokowi juga menyebut akan menindaklanjuti bisnis pakaian bekas impor.
“Sudah saya perintahkan untuk mencari betul dan sehari dua hari sudah banyak yang ketemu. Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri. Sangat mengganggu. Yang namanya impor pakaian bekas mengganggu,” ujar Jokowi, dilansir dari cnnindonesia.com.
Tren thrifting di Indonesia pun menjadi polemik karena barang bekas yang diperjualbelikan kebanyakan hasil impor. Alhasil, industri dalam negeri terpukul akibat kalah bersaing dengan barang-barang luar negeri bekas dengan harganya yang lebih murah daripada biasanya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), impor pakaian bekas di Indonesia mencapai 26,22 ton pada 2022. Data ini menunjukkan kenaikan impor pakaian bekas yang signifikan dibandingkan pada 2021 yang hanya mencapai 8 ton.
Sebenarnya, peraturan tentang larangan impor pakaian bekas sudah tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Namun, nyatanya beberapa tahun ke belakang bisnis pakaian bekas impor semakin berkembang pesat di Indonesia.
Tren Thrifting Menjamur di Kalangan Remaja
Perkembangan fesyen khususnya di kalangan remaja sangat variatif. Mulai dari do it yourself (DIY), mix and match hingga thrifting. Oleh karena itu, salah satu alasan mengapa bisnis pakaian impor berkembang pesat adalah thrifting sukses menjadi tren di kalangan remaja Indonesia.
Remaja Indonesia menyukai thrifting karena mendapatkan harga lebih murah dengan model yang lebih bervariasi. Selain itu, rata-rata baju bekas diimpor dari Korea, Jepang atau Thailand karena dinilai sebagai negara dengan tren fesyen yang tinggi.
Belum lagi, tren fesyen di Indonesia banyak dipengaruhi oleh globalisasi. Hal itu dapat terlihat dari pakaian sehari-hari yang digunakan oleh orang di sekitar kita. Anak muda khususnya, mereka lebih senang memakai baju yang bernuansa asing daripada baju dalam negeri. Kecenderungan anak muda itu dipengaruhi oleh media sosial yang sering digunakan.
Selanjutnya, Goodstats pernah melaksanakan survei mengenai preferensi gaya fesyen anak muda Indonesia yang dilakukan pada 5 Agustus hingga 16 Agustus 2022. Mayoritas responden yakni sekitar 49,4 persen mengaku pernah membeli pakaian bekas atau thrifting. Sementara responden lainnya sebanyak 34,5 persen mengaku belum pernah melakukan kegiatan thrifting.

Belanja thrifting juga banyak digemari anak-anak muda dengan adanya isu-isu lingkungan semakin merajalela. Sebab, thrifting mendukung kampanye zero waste yang bisa memberikan dampak besar bagi lingkungan.
Dengan berbelanja barang bekas, kita dapat memberikan suara melalui uang kita untuk tidak mendukung industri yang menghasilkan polusi dan berton-ton limbah seperti fast fashion.
Fast fashion adalah istilah yang dipakai untuk mendeskripsikan desain pakaian yang diproduksi secara cepat ke toko-toko untuk dapat memanfaatkan tren dengan tepat, dilansir dari cnbcindonesia.com.
Dampak Thrifting di Berbagai Sektor di Indonesia
Selain memengaruhi produktivitas industri tekstil, thrifting juga berdampak bagi lingkungan, ekonomi, dan kesehatan.
Mendatangkan pakaian bekas dari luar negeri untuk thrifting hanya akan menyumbang limbah kain di Indonesia. Menurut data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada 2021, terdapat kurang lebih 751 ribu ton limbah tekstil.
Meski demikian, thrifting juga memiliki dampak positif bagi lingkungan jika pakaian tersebut berasal dari dalam negeri. Hal ini terjadi karena thrifting berasal dari pakaian bekas dalam negeri yang akan terus bersirkulasi dan mengurangi jumlah limbah kain di Indonesia.
Selanjutnya, dampak thrifting untuk sektor ekonomi di Indonesia adalah meningkatnya perilaku konsumtif bagi konsumen. Harga pakaian bekas impor yang lebih murah daripada harga pakaian baru dapat mendorong konsumen untuk membeli dalam jumlah yang banyak. Hal ini menyebabkan konsumen kesulitan mengendalikan perilaku konsumtif, sehingga membuat lesunya perekonomian Indonesia.
Dampak paling krusial yang ditimbulkan dari thrifting adalah kesehatan. Pakaian bekas dapat menjadi medium menularkan penyakit seperti iritasi kulit, gatal gatal, dan infeksi jamur. Terlebih lagi sebagian besar pakaian bekas tidak diketahui secara pasti pemakai dan negara asalnya.
Padahal sebelum menjadi tren seperti sekarang ini, thrifting sudah menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat Indonesia seperti di Pasar Senen, Tanah Abang, dan Pasar Santa.
Selain diperjualbelikan di pasar, thrifting juga merambah ke marketplace baik online maupun tidak. Larangan thrifting pakaian bekas impor ini akan sangat berdampak bagi masyarakat Indonesia dengan thrifting sebagai mata pencahariannya. Terutama bagi penjual yang memasok barang dari luar negeri.
Walaupun kini pemerintah dengan gencar menerapkan larangan thrifting, pemerintah juga harus siap untuk memperhatikan kesejahteraan pedagang khususnya pedagang di pasar yang terdampak akibat larangan tersebut.
Baca juga: “Ladies Parking”, Suatu Kebutuhan atau Seksisme Belaka?
Masyarakat khususnya anak muda juga harus peka terhadap isu ini. Jika ingin meningkatkan industri tekstil Indonesia, seluruh masyarakat harus ikut serta mendorong produktivitas industri tekstil Indonesia seperti membeli produk dalam negeri, menggunakan produk dalam negeri, dan mempromosikan produk dalam negeri.
Selain pemerintah dan masyarakat, industri tekstil Indonesia harus melakukan inovasi dan menyesuaikan selera dengan perkembangan industri fesyen. Hal ini dilakukan agar masyarakat khususnya generasi muda dapat menerima produk dalam negeri.
Penulis: Mianda Florentina
Editor: Alycia Catelyn
Foto: unsplash.com
Sumber: cnnindonesia.com, cnbcindonesia.com, kompas.com, bbc.com
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.