SERPONG, ULTIMAGZ.com – Permasalahan lingkungan akibat efek rumah kaca telah menjadi isu berkepanjangan yang terus mengancam hidup manusia. Pemanasan global tidak dapat dihindari seiring meningkatnya produksi gas rumah kaca dari aktivitas hidup manusia.
Mulai dari penggunaan kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi gas buang hingga barang-barang elektronik seperti air conditioner (AC) dan lemari es yang menimbulkan gas klorofluorokarbon (CFC). Namun, pola konsumsi makanan manusia pun ternyata turut berperan besar pada peningkatan pemanasan global.
Baca juga: Lakukan 5 Cara Sederhana Ini Untuk Kurangi Limbah Makanan
Dilansir dari nationalgeographic.grid.id, manusia adalah spesies omnivora, yakni pemakan tumbuhan sekaligus daging. Pola konsumsi daging inilah yang dapat membawa dampak buruk bagi lingkungan. Profesor riset bidang lingkungan dari Bard College, Gidon Eshel, PH.D. mengungkapkan bahwa daging merupakan salah satu sumber daya yang paling tidak efisien di bumi.
Bagaimana daging membahayakan lingkungan?
Daging menghasilkan gas metana, salah satu gas rumah kaca yang paling kuat. Hal ini juga berasal dari hewan ternak seperti sapi yang mengeluarkan metana saat proses konsumsi makanan.
“Saat sapi makan, mereka mengunyah dan saat itulah keluar sejumlah besar metana dari mulut sapi ke atmosfer,” jelas Gidon dalam film dokumenter National Geographic yang berjudul “Before the Flood”.
Di Amerika Serikat, sebesar 70 persen dari lahan digunakan untuk peternakan. Jumlah yang besar tersebut membuat hewan ternak menjadi penyumbang metana paling besar dibanding emisi dari sumber lainnya.
“Sebesar 10 sampai 12 persen dari total emisi di Amerika Serikat berasal dari daging. Ini adalah hal yang mengejutkan,” ujar Gidon.
Gidon juga mengungkapkan bahwa metana jauh lebih berbahaya atau berdampak buruk bagi atmosfer daripada gas karbon dioksida yang telah lebih banyak mencemari lingkungan. Pasalnya, satu molekul metana saja sudah setara dengan 23 molekul karbon dioksida.
Manusia yang mengonsumsi 227 gram hamburger akan menghasilkan metana setara dengan mereka yang menggunakan AC selama 24 jam. Hal ini juga sama dengan menyalakan lampu 60 watt selama 200 jam dan mengendarai mobil sejauh 68 kilometer. Dengan kata lain, mengonsumsi daging dalam jumlah yang sedikit saja sudah bisa menghasilkan dampak yang sedemikian buruk bagi lingkungan.
Langkah untuk mengatasi hal ini
Gidon mengatakan, perubahan pola makan bisa menjadi langkah awal yang tepat untuk mengatasi hal ini. Contohnya, pola konsumsi vegetarian yang juga sudah cukup umum diterapkan oleh banyak orang. Orang yang menganut pola konsumsi ini tidak makan daging, tetapi hanya mengonsumsi makanan dari tumbuhan seperti sayur, kacang, biji-bijian, dan umbi-umbian.
Baca juga: Serba-Serbi Vegan dan Vegetarian: dari Manfaat hingga Perbedaannya
Meskipun demikian, Gidon pun mengungkapkan bahwa tentu tidak semua orang bisa berhenti mengonsumsi daging. Pasalnya, memakan daging sudah menjadi budaya bagi banyak orang selama bertahun-tahun dan tak lepas pula dari bawaan manusia sebagai spesies omnivora.
Oleh karena itu, Gidon menyarankan untuk tak harus berhenti sepenuhnya memakan daging. Alih-alih menjadi vegetarian, manusia bisa memulai langkah awal dengan mengurangi jumlah konsumsi daging sedikit demi sedikit dan menggantinya dengan produk alternatif lain. Apabila dilakukan secara berkala, langkah ini pun dapat bermanfaat untuk mencegah peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global.
Penulis: Christabella Abigail Loppies
Editor: Jessica Elisabeth
Foto: Unsplash.com
Sumber: Dokumenter National Geographic “Before The Flood”, nationalgeographic.grid.id, republika.co.id, kumparan.com