Hidup mahasiswa!
Hidup rakyat Indonesia!
SERPONG, ULTIMAGZ.com – Jargon di atas tidak asing lagi bagi para mahasiswa di Indonesia. “Hidup mahasiswa” merupakan simbol persatuan dan semangat perjuangan mahasiswa Indonesia. Ungkapan tersebut terkait dengan gerakan mahasiswa yang berkontribusi pada demokrasi Indonesia dan membela hak rakyat.
Contohnya baru-baru ini, yakni pada Kamis (22/08/24) saat demonstrasi pengawalan Revisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), mahasiswa menjadi salah satu massa penggerak terbesar yang turun ke jalan. Berbagai universitas dari seluruh Indonesia turut ikut dalam unjuk rasa ini.
Baca juga: BM dan IT Menjawab Pertanyaan Civitas, Ada Apa dengan UMN?
Beberapa kampus tersebut adalah Universitas Indonesia (UI), Universitas Trisakti, Universitas Brawijaya (UB), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan masih banyak lagi. Tidak hanya di Jakarta, aksi ini juga melebar ke banyak wilayah Indonesia. Melansir kompas.id, Ambon, Padang, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Bengkulu juga menggelar aksi demo secara serentak.
Di Yogyakarta sendiri, aksi berlangsung damai dan bahkan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid ikut mengambil bagian dalam demo, dikutip dari detik.com. Mengutip kompas.com, pada Jumat (23/08/24), massa pendemo di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pun bertambah dari mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Djuanda Bogor, Universitas Pasundan Bandung, dan Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.
Mahasiswa kerap menjadi corong saat demo berlangsung. Tidak hanya demo mengawal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sekitar September 2024 kemarin, mahasiswa juga turut hadir saat demo tolak Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dan RUU Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pada September 2019 serta demo menolak RUU Cipta Kerja 2020 silam.
Demokrasi Mahasiswa Punya Peran Besar
Gerakan mahasiswa merupakan salah satu elemen gerakan sosial yang penting dalam negara demokrasi. Mahasiswa kerap disebut sebagai pakem demokrasi. Akbar (2016) menjelaskan mahasiswa turut dalam bagian kelompok masyarakat yang bergerak bersama melibatkan diri dalam persoalan dan menentukan arah kebijakan negara, atau bisa disebut juga mahasiswa sebagai agen perubahan.
Pergerakan mahasiswa menjadi penting sebab mereka merangkai kondisi sosial negara. Mahasiswa menuntut perubahan terhadap situasi yang tidak ideal dan sewenang-wenang sehingga bisa menghasilkan kondisi sosial yang berbeda dalam masyarakat.
Ada empat faktor pendorong atas meningkatnya peranan mahasiswa dalam kehidupan politik (Akbar, 2016), yaitu:
- Mahasiswa memiliki horison yang luas di antara kelompok masyarakat karena memperoleh pendidikan terbaik,
- Mahasiswa mengalami proses sosialisasi politik yang lebih panjang di antara anak muda lainnya karena telah lama duduk di bangku sekolah,
- Kehidupan kampus bisa membentuk gaya hidup unik tiap mahasiswa karena bersinggungan dengan beragam macam manusia, dan
- Mahasiswa adalah kelompok yang menuju lapisan atas susunan kekuasaan dan struktur ekonomi.
Kondisi Kampus dan Demonstrasi dalam Lensa Internasional
Demo mahasiswa menjadi bagian krusial dalam proses demokrasi. Dengan adanya demo, mahasiswa menekankan pentingnya kebebasan berekspresi dan berkumpul, dikutip dari timesheraldonline.com.
Namun, kampus dapat kesulitan untuk melindungi mahasiswanya dan institusinya sendiri. Umumnya, aksi demo mahasiswa di Indonesia bersifat damai dan nonviolence, artinya tidak menggunakan kekerasan sama sekali. Banyak mahasiswa di Indonesia berkumpul bersama mengenakan almamater dan berani turun aksi.
Di Indonesia, kebebasan untuk berekspresi tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28E ayat 3. Pada dasarnya hak berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat dijamin dalam konstitusi Indonesia.
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul termasuk dalam bagian Hak Asasi Manusia. Lalu, pada UU Nomor 9 tahun 1998 juga mengatur tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. UU ini menjadi bukti bahwa menyampaikan pendapat atau aspirasi di muka umum merupakan hak legal dan asasi bagi warga negara.
Di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) kerap muncul pertanyaan di kalangan mahasiswa, “Apakah kita boleh berdemo?” dan “Jika boleh, apakah bisa kami mengenakan almamater dan bergabung dalam barisan?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ULTIMAGZ melakukan wawancara bersama Dr. Ir. Andrey Andoko, M.Sc. selaku Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum dan Keuangan UMN. Menurutnya banyak pertimbangan yang perlu diketahui mahasiswa sebelum melakukan demonstrasi. Mulai dari akar permasalahan, risiko yang dapat terjadi, tujuan demonstrasi, bahkan perihal izin orang tua.
Menurut Andrey, mahasiswa juga harus bisa memiliki pemikiran lain untuk dapat berkontribusi terhadap bangsa dan negara.
“Jika saya melihat kalau ada sesuatu yang tidak beres, berarti saya ikut demo, saya ikut berkontribusi pada bangsa dan negara. Nah, tentu itu salah satu pemikiran, tapi tentu ada pemikiran lain. Oke, saya bisa berkontribusi pada bangsa dan negara Indonesia dengan cara yang berbeda. Dengan cara apa? Ya, saya akan nantinya bisa menciptakan lapangan kerja, saya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga kemudian lebih berdampak pada masyarakat luas,” ujar Andrey saat ditemui ULTIMAGZ pada Jumat (06/09/24).
Mahasiswa Boleh Turun ke Jalan, tapi Jangan Pakai Almamater
Oleh karena itu, Andrey mengatakan UMN tidak menganjurkan atau memperbolehkan mahasiswanya untuk berdemo. Namun, hal ini bersifat imbauan lisan yang mengalir dari mulut ke mulut saja.
“Ini nanti saya cek Kemahasiswaan, secara formal mungkin belum ada, tapi kalau merujuk pada peraturan lain tidak langsung terkait dengan demo,” ujarnya.
“Mahasiswa wajib menjaga nama baik almamater. Nah, dari situ kalau diterjemahkan, ya jangan sampai mahasiswa melakukan tindakan-tindakan yang nanti bisa mencemarkan nama baik universitas,” tambahnya.
Ia menyebut bahwa dengan menghindari demonstrasi dapat menjaga nama baik almamater. Andrey menyebut pula bahwa kejadian tidak terduga dalam demonstrasi seringkali terjadi yang dapat muncul di pemberitaan dan menyeret nama institusi.
“Sebaiknya tidak usah ikut turun apalagi pakai jaket almamater,” pungkas Andrey.
Demi menjaga nama baik UMN, mahasiswa sebenarnya diberikan kebebasan turun ke jalan dengan catatan tidak menggunakan almamater.
“Dan tentu, ya kalau tadi menggunakan jas almamater memang sejauh ini kita tidak memperbolehkan, tapi kalau ikut sendiri, itu tentu di luar tanggung jawab kampus” ujar Andrey.
Melansir columbiaspectator.com, Amnesty International merilis pernyataan yang meminta kampus untuk melindungi dan memfasilitasi mahasiswa yang berunjuk rasa. Kampus memiliki tanggung jawab untuk menjaga aktivisme kampus dan memastikan bahwa mahasiswa punya kebebasan berkumpul dan bersuara. Hal ini merupakan respons dari kebrutalan aparat dan penolakan kampus pada mahasiswa yang berdemo, dikutip dari campussafetymagazine.com.
Sebenarnya, tidak hanya di luar negeri sana, di Indonesia pun kampus perlu memastikan perlindungan terhadap mahasiswanya. Akan tetapi, contohnya saat aksi #ReformasiDikorupsi pada 2019 lalu, 37 kampus mengancam sanksi mahasiswa yang ikut berunjuk rasa. Sanksinya adalah pemberian surat edaran larangan ikut aksi, hukuman fisik dari sekolah, sanksi akademis dan intimidasi ancaman berupa drop out, dikutip dari cnnindonesia.com.
Selain Demo, Apa yang Bisa Dilakukan Mahasiswa UMN?
Andrey juga menjelaskan aspirasi dapat dilakukan dengan beragam cara, salah satunya adalah dengan menulis dan menyebarkannya di media sosial.
“Politik secara lebih luas terkait aspek-aspek lain yang bisa menjadi bahan kajian dan diskusi,” ujar Andrey.
Selain itu, Andrey menerangkan kekhawatiran atau kegelisahan mahasiswa bisa didiskusikan bersama sehingga bisa mendapatkan perspektif lain.
“Bisa saja sifatnya lintas prodi, himpunan, atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) begitu karena ini bisa jadi kekhawatiran bersama,” tambahnya.
Saat ini, UMN belum memiliki UKM, lembaga, ataupun komunitas resmi yang aktif menyuarakan isu sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya.
Kampus Di Bawah Naungan Media, Mahasiswa Harus Ikut Jaga Netralitas
Sementara itu, ULTIMAGZ juga menghubungi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UMN untuk melakukan wawancara, tetapi pihak BEM UMN menolak untuk diwawancara.
Adapun berikut mengutip pesan BEM, “BEM UMN memiliki peran eksekutif, sedangkan peran penyalur aspirasi atau peran legislatif dan yudikatif dijalankan oleh organisasi mahasiswa lain.”
BEM UMN juga menyatakan diri bahwa fungsi dan tanggung jawab mereka berbeda dari BEM kampus lain. Sebab, UMN beroperasi di bawah naungan Kompas Gramedia yang adalah media sehingga harus netral dan tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Kesatuan UMN di bawah Kompas Gramedia inilah yang juga menjadi alasan kampus tidak memperbolehkan mahasiswanya berdemo dengan almamater. Nampaknya mahasiswa harus menunjukkan sikap netralitas itu pula.
Ketiadaan peran lembaga atau komunitas resmi ini menandakan dukungan aspirasi mahasiswa secara individu. Adapun peran BEM UMN hanya mengawasi acara dan organisasi internal di kampus saja.
Kampus Seharusnya Jadi Wadah Penampung Pendapat Mahasiswa
Padahal, tingkat kepekaan mahasiswa terhadap kondisi negara tidak hanya dapat dilakukan secara individu. Universitas sebagai sebuah komunitas dan sarana pendidikan dapat menjadi payung untuk menampung pendapat mahasiswanya. Dengan demikian, mahasiswa akan tumbuh menjadi masyarakat yang mengerti tentang situasi negaranya sendiri.
Berunjuk rasa adalah salah satu hak asasi manusia dalam menyampaikan aspirasi. Ini juga tertuang pada artikel opini ULTIMAGZ sebelumnya, terkait darurat demokrasi Indonesia, mahasiswa perlu ikut andil dan peduli terhadap keadaan politik.
Baca juga: KRS Kerap Bermasalah, UMN Diharapkan Dapat Lebih Solutif
Oleh karena itu, mahasiswa juga perlu cermat dan teliti dalam menyuarakan aspirasi. UMN memang tidak secara gamblang melarang mahasiswanya berdemo. Individu yang tetap berdemo tanpa almamater menjadi tanggung jawab masing-masing.
Pertanyaannya, sampai kapan peraturan tidak tertulis ini berlaku? Akankah suatu saat nanti UMN hadir mendukung mahasiswanya berunjuk rasa di jalan dengan mengenakan almamater biru?
Penulis: Giofanny Sasmita dan Mianda Florentina
Editor: Josephine Arella, Cheryl Natalia, dan Jessie Valencia
Foto: Daffa Abyan
Sumber: kompas.com, detik.com, kompas.id, timesheraldonline.com, columbiaspectator.com, cnnindonesia.com, campussafetymagazine.com
Akbar, I. (2016). DEMOKRASI DAN GERAKAN SOSIAL (BAGAIMANA GERAKAN MAHASISWA TERHADAP DINAMIKA PERUBAHAN SOSIAL). JWP (Jurnal Wacana Politik), 1(2). https://doi.org/10.24198/jwp.v1i2.11052
I like this web blog so much, saved to bookmarks.