SERPONG, ULTIMAGZ.com – Pandemi Covid-19 memberikan banyak dampak tidak menguntungkan kepada kehidupan. Mulai dari ekonomi, sosial, hingga pendidikan. Semua kalangan merasakan getah pahit pandemi ini, termasuk mahasiswa. Seperti yang dikutip dari covidcare.id, peralihan perkuliahan tatap muka ke online sempat mengakibatkan culture shock.
Lantas, apakah peralihan kegiatan perkuliahan dari daring (online) ke luring (on-site) seiring penurunan kasus Covid-19 mengakibatkan academic burnout?
Untuk mendalami academic burnout, ULTIMAGZ mewawancarai psikolog klinis Student Support Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Fika Astridianingrum pada Rabu (14/09/22).
Menurut Fika, academic burnout dalam pandangan psikologi merupakan perasaan lelah yang memengaruhi hati, tetapi sifatnya yang disebabkan oleh akademik. Kelelahan tersebut dapat disebabkan oleh kegiatan akademik yang terlalu banyak serta pengelolaan diri yang kurang baik.
“Misalnya (penyebab academic burnout) karena terlalu banyak hal-hal yg dikerjakan sehingga membuat stres yang tidak dapat diperbaiki dan lama kelamaan menumpuk,” jelas Fika.
Baca juga: Opini: Apakah ‘Mahasiswa Kura-kura’ Lebih Baik Dari ‘Mahasiswa Kupu-Kupu’?
Mengenai academic burnout akibat peralihan kuliah kembali ke luring, Fika mengatakan bahwa hal tersebut tergantung setiap individu. Menurutnya, peralihan (daring ke luring) tidak pasti menyebabkan terjadinya academic burnout. Akan tetapi disebabkan karena apa yang terjadi di dalam kegiatan perkuliahan.
Academic Burnout dalam Pandangan Psikologi
Academic burnout merupakan suatu kondisi ketika manusia sudah tidak bisa mengelola waktunya dengan baik. Pasalnya, salah satu faktor terjadinya academic burnout terjadi ketika merasa mulai kelelahan dan sudah tidak bisa mengontrol semua kegiatan.
“Jadi kayak, ketika orang stres, tuh ada namanya stress relief. Nah, dia mengabaikan (self relief) tanda-tanda itu bahwa sebenarnya dia udah gak kuat atau mulai keteteran dan sebagainya. Itu masih dia teruskan. Akhirnya, dia kelelahan dengan semua itu,” ujar Fika.
Penyebab academic burnout dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal hadir dari permasalahan fisik atau psikologis. Sementara faktor eksternal ada karena konflik dengan teman, suasana keluarga yang kurang mendukung, dan/atau tekanan dari luar.
Setiap tubuh memiliki “nyawa” sendiri sehingga tubuh pun memiliki sinyal untuk mengatakan bahwa tubuh juga merasa lelah dan tidak sanggup untuk melanjutkannya. Akan tetapi, di sisi lain tubuh merasa masih bisa untuk melakukannya, maka hal tersebut sudah tidak jalan work life balance-nya.
Sinyal Tubuh Ketika Sedang Lelah
Otak manusia pasti memberikan sinyal kepada tubuh ketika manusia sudah lelah. Hal itu terjadi ketika respons manusia mulai hilang rasa dengan sesuatu yang menarik.
Ketika pada awalnya senang dengan suatu kegiatan, tetapi suatu saat badan dan pikiran sedang kacau dan timbul rasa hilang minat terhadap suatu kegiatan yang disukai. Hal tersebut sudah menjadi suatu tanda atau sinyal badan sudah mulai lelah.
Sinyal tersebut diawali stres dan merasa rendah, jika tidak ditangani dengan baik dan diabaikan, akan menjadi burnout. Jika Ultimates merasakan hal tersebut dalam kurun waktu yang lama, seperti berhari-hari atau berminggu-minggu, maka Ultimates perlu awas dan segera memeriksa diri.
Solusi Academic Burnout
Pada dasarnya, hanya Ultimates sendiri yang tahu akan batas kemampuan diri. Apabila merasa lelah dan tidak antusias lagi dengan suatu kegiatan, maka alangkah baiknya Ultimates berhenti terlebih dahulu.
Ketika Ultimates sedang lelah, lebih baik mengajak bicara diri sendiri dan berterima kasih kepada diri sendiri. Ultimates juga bisa mencari kegiatan sampingan yang dapat menghibur diri, seperti mendengarkan musik atau berjalan-jalan santai.
Baca juga: Persaingan Mahasiswa: Adakah Hubungannya dengan Duck Syndrome?
Selain itu, Fika berpesan bahwa setiap orang jangan menaruh ekspektasi terlalu tinggi dalam apapun. Jika ekspektasi tersebut tidak terpenuhi, maka tubuh akan merespons dengan munculnya stres.
“Sebenarnya semua orang boleh untuk berekspektasi. Setiap tujuan itu tidak selalu berjalan mulus. Jadi, harus siap untuk segala situasi yang naik turun itu, kadang dapat nilai bagus kadang dapat nilai jelek. Hal tersebut wajar karena di kehidupan ada naik turunnya,” ungkap Fika.
Apabila mahasiswa UMN butuh “didengarkan”, pintu Student Support UMN akan selalu terbuka, yang berlokasi di gedung C lantai 2 ruangan 205. Mahasiswa dapat mengunjungi akun Instagram @studentsupport.umn kemudian memilih tautan di bio mereka.
“Teman-teman perlu belajar untuk mengembangkan diri dan cari tahu bagaimana kita harus bisa mengontrol diri dari situasi, dari respons orang-orang, dan bagaimana jika menghadapi sesuatu,” pesan Fika.
Penulis: Aqeela Ara, Josephine Arella
Editor: Jessica Elisabeth Gunawan
Sumber: covidcare.id
Foto: Margaretha Netha